Thursday, July 5, 2012

Museum Kereta Api Ambarawa





http://liburanindo.blogspot.com | Panduan Wisata Indonesia
Sekitar satu jam perjalanan dari rute Semarang - Yogyakarta, kita bisa berkunjung ke lokasi museum kereta api yang terletak di kota Ambarawa. Dari semua museum kereta yang pernah saya kunjungi selama berwisata di luar negeri, boleh dibilang kereta api yang terdapat di museum ini kurang terpelihara dengan baik. Hanya satu dari sekian lokomotif yang ada di museum ini masih terawat dengan baik, yakni lokomotif yang hingga sekarang masih digunakan untuk keperluan wisata secara komersial. Selebihnya, tampak terabaikan dengan membiarkannya berkarat di luar bukan didalam ruangan tertutup yang mampu melindunginya dari perubahan cuaca, seperti yang umum dilakukan oleh museum kereta api lainnya.
Sepanjang ingatan saya, secara keseluruhan kondisi stasiun (museum) kereta ini, masih terlihat terawat seperti mana kondisi saat masih 'berjaya' dimasa lalu. Halaman teras stasiun terlihat rapi, bersih dan terawat, demikian juga dinding atau bangunan fisik dari stasiun ini. Sebuah jam model kuno yang terpasang di dinding sisi atas stasiun masih bisa berfungsi dengan baik. Model jam seperti ini, dulunya umum digunakan diseluruh stasiun kereta api.

http://liburanindo.blogspot.com | Panduan Wisata Indonesia
Stasiun ini didirikan pada tahun 1873 selama pemerintahan kolonial Koningen Willem I. Sampai sekarang, beberapa ruangan dan perabot yang dulu sering digunakan selama masa tersebut, masih tampak terlihat terawat dengan baik. Anda bisa melihat bagian ruang tunggu yang masih lengkap dengan perabot meja kursi tempo dulu dan beberapa peralatan komunikasi dan kontrol jalur kereta api yang kesemuanya masih dalam kondisi baik. Sayangnya stasiun ini sudah tidak lagi berfungsi sebagai sarana transportasi umum, namun sebagai museum kereta api bisa menjadikannya lebih terawat.
Pada jaman kolonial, kereta api yang ada di stasiun ini digunakan sebagai sarana transportasi umum untuk melayani penumpang dan hasil pertanian di sekitar lokasi. Untuk melintasi area perbukitan, pada bagian tengah dari rel kereta api terdapat plat besi khusus untuk memudahkannya mendaki bukit.
http://liburanindo.blogspot.com | Panduan Wisata Indonesia
Saat ini, satu dari beberapa lokomotif tua yang ada di stasiun ini masih digunakan untuk keperluan wisata, terutama bagi mereka yang ingin merasakan pengalaman naik kereta ber-loko seperti yang dulu pernah terjadi. Museum ini mengenakan biaya sebesar 3,5 juta rupiah (+/- 400 USD) untuk sebuah rute perjalanan dengan menggunakan kereta api tua yang mampu mengangkut hingga maksimum 40 orang. Perjalanan sejarah "tempo doeloe" ini menempuh jarak sekitar 20 kilometer pulang-pergi, yakni dari Stasiun Ambarawa hingga Stasiun Bedono dalam waktu tempuh +/- dua jam.
Saratnya kandungan sejarah dengan suasana stasiun kereta api jaman dulu yang masih terawat rapi, menjadikan lokasi ini cukup populer sebagai tempat untuk "pre wedding photgraphy" atau sekedar sarana jalan-jalan dengan binatang peliharaan oleh masyarakat sekitar.

Pantai Siung


Map


Cari Jalur Menuju Pantai Siung :
Dari *)cth : Malioboro  

Pantai Siung

Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul, Jogjakarta

Pantai Siung terletak di sebelah selatan kecamatan Tepus kabupaten Gunungkidul, Jogjakarta. Pantai ini letaknya cukup terpencil dan jalanan yang harus dilalui cukup menantang. Namun, semuanya itu akan terbayarkan begitu sampai di pantai ini. 

Salah satu ciri khas dari pantai ini adalah batu karang yang cukup besar yang menjadi pembatas antara pantai ini dengan pantai yang lainnya.  Karena batu karang yang cukup besar inilah, sehingga pantai ini cukup diminati para pecinta panjat tebing. Ada banyak jalur panjat tebing yang bisa dilalui di karang-karang ini.

Wisata Becak - Jogja Becak Adventure

Wisata Becak - Jogja Becak Adventure


Cari Jalur Menuju Wisata Becak - Jogja Becak Adventure :

Wisata Becak - Jogja Becak Adventure
Jogja Becak Adventure, adalah komunitas tukang becak yang juga berprofesi sebagai pemandu wisata "City Tour" di kota Yogyakarta.
Para tukang becak ini biasa mengantar tamunya ke Kraton Yogyakarta, Malioboro, Tamansari, tempat Kerajinan Batik dan lain-lain. Berkeliling menikmati suasana Jogja dengan naik Becak. Mengunjungi tempat-tempat wisata dipandu oleh tukang becak Jogja yang tentu sangat mengenal kotanya, dari sosial dan budaya masyarakatnya sampai cerita dan profil tempat wisata yang Anda kunjungi.
Bercengkrama dengan keramahan dan keakraban di sepanjang jalan di setiap lorong kota Jogja, sunguh menjadi pengalaman yang mengesankan.

Komunitas ini dikoordinir oleh pak Harry Van Jogja yang sebelumnya pernah menulis buku "The Becak Way". Pak Harry yang juga salah satu dari tukang becak ini, memang berupaya memberikan pengalaman tersendiri kepada wisatawan yang berkunjung ke Jogja dengan Wisata Becak. Beliau juga aktif di media internet seperti jejaring sosial Facebook dan Twitter untuk memudahkan para pelanggannya.

Egrang, Permainan Tradisional yang Makin Tersingkirkan


Berbeda dengan anak-anak jaman sekarang yang hanya mengenal beragam permainan elektronik, sewaktu saya kecil kecil dulu harus melakukan sedikit usaha sebelum bisa menikmati sebuah permainan. Mulai dari mencari pelepah pisang untuk dibuat layaknya pistol-pistolan, menggunakan kaleng yang diikat karet di sebuah kayu untuk dijadikan mobil-mobilan, sampai menggunakan batang bambu untuk seseruan di permainan egrang. Lantaran dibuat dengan menggunakan keringat sendiri, rasanya permainan tersebut berlangsung sangat seru. Sehingga kerap tak sadar mentari sudah mulai berlabuh ke peraduan.
Egrang sejatinya dimainkan oleh anak-anak hampir di seluruh penjuru Indonesia namun dengan julukan yang berbeda. Mulai dari Tengkak-Tengkak di Sumatera Barat, Ingkau di Bengkulu, Batungkau di Kalimantan Selatan hingga Tilako di Sulawesi Tengah. Kendati memiliki perbedaan nama, namun media permainannya tetap sama. Menurut Baosastra Djawa karangan W.J.S Poerwadarminto terbitan tahun 1939, egrang-egrangan berarti dolanan atau permainan yang menggunakan batang kayu atau bambu yang diberi pijakan untuk berjalan.
Dengan menggunakan dua bilah bambu apus atau wulung yang lurus dan sudah tua sepanjang 2 meter yang dilubangi dengan jarak sekitar 30 – 50 cm (atau bisa lebih tinggi jika yang memainkannya punya nyali). Lubang tersebut dilesakkan potongan bamboo lain sepanjang 20 – 30 cm untuk dijadikan pijakan. Pemilihan bambu sebagai media kreasi bisa jadi karena material tersebut mudah dijumpai di lingkungan sekitar tempat mereka tinggal atau bahkan di tepian sungai.
Jika di Pulau Jawa Egrang hanya dipakai pada sebuah permainan biasa tanpa diimbuhi aura kompetisi, di Sulawesi Tengah, Tilako atau Egrang diklasifikasikan menjadi dua permainan. Adu balap atau saling menjatuhkan dengan cara saling memukul kaki bambu. Dalam permainan adu balap Tilako, masing-masing pemain berdiri di atas garis yang sama dan saling pacu menuju ke garis finish. Pemain yang lebih dulu mencapai finish otomatis akan menjadi pemenang. Sementara di permainan lainnya, dua orang pemain yang mendapat giliran akan saling berhadapan dan berusaha saling menjatuhkan dengan cara mengadu kaki bambu. Pemain yang mampu bertahan di atas Tilatolah yang jadi pemenang.
Namun sayangnya, belakangan permainan Egrang tampak kurang diminati. Selain disebabkan maraknya permainan-permainan elektronik, menjamurnya berbagai pusat perbelanjaan yang biasanya dilengkapi dengan pusat permainan juga mengakibatkan permainan tradisional seperti Egrang menjadi kian tersingkirkan. Untungnya masih ada segelintir orang yang peduli terhadap kelesatrian Egrang masih memainkannya walau hanya di gelaran-gelaran tertentu. Seperti perayaan Hari Kemerdekaan alias 17-an dan kegiatan-kegiatan seni dan budaya. Jangan biarkan permainan ini punah termakan zaman ya..

Makna Kematian di Bumi Lakipadada


Matahari sudah mulai condong ke barat, ketika mini bus yang penulis tumpangi menerobos jalan bebatuan menuju Lembang Tumbang Datu di Kecamatan Sangalla’ Utara Kabupaten Tana Toraja, akhir tahun lalu. Rasa penasaran yang tinggi akan kehebatan cerita upacara adat kematian Rambu Solo’ yang sudah mendarah daging di masyarakat Toraja menjadi pembanding akan kebosanan menempuh perjalanan yang sungguh tak mengenakan diatas mini bus.
Sekitar 45 menit perjalanan dari Makale, ibu kota Tana Toraja, Sulawesi Selatan akhirnya tiba juga di lokasi perayaan rambu solo’. Bayangan akan suasana mengharu biru yang akan nampak dalam setiap kematian, nyatanya tidak selalu benar dalam untuk masyarakat Toraja. Lebih terlihat sebagai ajang silaturahmi yang mempertemukan sanak saudara yang sudah lama tak bertemu, dan memang itulah salah satu tujuan perayaan kematian rambu solo’ yang merupakan warisan megalitukum atau zaman batu itu.
Upacara adat rambu solo’ di Sangalla’ yang penulis datangi adalah keluarga besar Tongkonan Karuaya Tumbang Datu dengan generasinya yang kesekian. Almarhum Johanis Ne’ Rapa’ atau lebih sering disapa dengan panggilan Ne’ Rapa’-lah yang upacaranya saat ini dirayakan oleh keluarga. Meninggal dunia Maret 2010 dalam usia yang ke 75 tahun, tubuh Ne’ Rapa’ yang sudah sembilan bulan berada didalam rumahnya di pinggiran Kecamatan Sangalla’ diturunkan dan digirin menempati tongkonan keluarganya yang berjarak 3 kilometer.
Di Toraja atau di Bumi Lakipadada, dengan upacara adat rambu solo’-nya, setiap langkah yang dilakukan memiliki makna dan nama tersendiri. Seperti penurunan mayat tersebut, disana disebut sebagai ma‘popengkalo alang yang bermakna kematian yang dialami seseorang telah memasuki fase-fase terakhir. Satu yang unik dari setiap kematian yang terjadi di Toraja, seseorang yang meninggal dunia seperti Ne’ Rapa’ tadi yang terjadi beberapa bulan bahkan tahun lalu, masih dianggap hidup sebelum menyelesaikan upacara adat rambu solo’.
Selama berbulan-bulan, tubuh yang kaku tersebut disimpan diatas rumah dan diperlakukan layaknya orang hidup. Diberi makan, minum, diberi pakaian, bahkan harus ditemani bercerita setiap saat. Karena menurut keyakinan leluhur orang Toraja, orang mati itu tidak dianggap mati tetapi sedang sakit dan lemah. Baru setelah diselenggarakan upacara rambu solo’ dengan mengorbangkan kerbau dan babi orang tersebut dianggap pergi untuk selamanya.
Kebudayaan orang Toraja memang tergolong kuat. Warisan-warisan leluhur mereka masih tetap dipertahankan hingga saat ini, padahal sebagian besar orang Toraja telah memiliki agama dan keyakinan, namun adat dan kebiasaan dalam setiap upacara tetap dipertahankan. Jumlah pemeluk agama ‘nenek moyang’ atau lebih dikenal dengan sebutan aluk todolo di Toraja tinggal sedikit, kalau pun ada hanya yang berada dipedalaman yang jauh.
Namun upacara-upacara adat seperti upacara kematian masih dilaksanakan, walau ada beberapa hal yang membedakan atau sengaja dihilangkan karena biasanya bertentangan dengan keyakinan orang tersebut. Seperti Ne’ Rapa’ yang telah memeluk agama Katolik, atraksi budaya sisemba atau adu kaki dihilangkan karena tidak sesuai dengan ajaran agama Ne’ Rapa’, namun kebiasaan mappasilaga tedong atau adu kerbau tetap dilakukan dan menjadi hiburan bagi keluarga dan masyarakat sekitar.
Secara umum, upacara rambu solo’ atau upacara penyempurnaan kematian menurut keyakinan orang Toraja, memiliki tujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia.
Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Maka dari itu, rambu solo’ bagi mereka merupakan kewajiban sehingga dengan cara apapun upacara ini akan dilaksanakan sebagai persembahan terakhir bagi orang tua mereka.
Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau yang disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi.
Dulunya, upacara ini hanya mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan, melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.
Puncak dari upacara Rambu Solo disebut dengan upacara Rante yang dilaksanakan di sebuah lapangan khusus. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah (ma‘tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‘roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma‘popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (ma‘palao).
Ada juga atrakasi budaya yang dipertontonkan, di antaranya adu kerbau (mappasilaga tedong), dimana kerbau-kerbau yang akan dikorbankan terlebih dahulu diadu dan menjadi hiburan masyarakat, adu kaki (sisemba) yang biasanya dilakukan oleh dua kelompok masyarakat untuk mempertahankan harga diri, belakangan atraksi ini dihilangkan.
Sementara itu upacara rambu solo’ juga harus dipentaskan beberapa musik tradisional, seperti pa‘pompan, pa‘dali-dali dan unnosong, serta beberapa tarian, seperti pa‘badong, pa‘dondi, pa‘randing, pa‘katia, pa‘papanggan, passailo dan pa‘pasilaga tedong.
Satu hal yang menarik karena kerbau yang disembelih dengan cara yang unik dan merupakan ciri khas mayarakat Tana Toraja, yakni menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan. Jenis kerbau yang disembelih pun bukan kerbau biasa, tetapi kerbau bule (tedong bonga) yang harganya berkisar antara 100-350 juta perekor. Selain itu, juga terdapat pemandangan yang sangat menakjubkan, yaitu ketika iring-iringan para pelayat yang sedang mengantarkan jenazah menuju Puya, dari kejauhan tampak kain merah panjang bagaikan selendang raksasa membentang di antara pelayat tersebut.
Kebiasaan masyarakat Toraja menguburkan mayat di lereng bukit bebatuan ternyata punya makna tersendiri. Mereka percaya, dengan menguburkan mayat dibebatuan tidak akan merusak lahan pertanian yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat. “Kita tidak ingin merusak lahan produktif yang ada, makanya lereng bebatuan menjadi tempat yang pas untuk menguburkan mayat,” ungkap Paulus Pasang Kanan, Tokoh Adat Tana Toraja.
Di Toraja sendiri, ada lima cara pemakaman yang dilakukan yakni erong atau kuburan yang terbuat dari kayu yang diselipkan kedalam bebatuan, liang pahat yakni gunung batu yang sengaja dipahat untuk menyimpan mayat, pattahe yang juga dilakukan di gunung bebatuan namun menempati gua yang sudah terbentuk, ada pula cara penguburan pia untuk anak kecil berusia kurang dari lima tahun yang diselipkan kedalam kayu hidup yang tengahnya dilubangi lalu ditutup kembali sehingga tidak nampak jika itu adalah kuburan, serta yang terakhir dengan cara penguburan tanah yang lasim dilakukan masyarakat beragama muslim di Toraja.
Jika ingin menyaksikan upacara adat rambu solo’ tersebut, pemerintah setempat telah mengatur jadwal khusus setiap akhir tahun. Even yang diberi nama Lovely Desember tersebut telah memberika kemudahan bagi setiap wisatawan untuk menjelajahi pagelaran adat yang dilakukan. Jadi, datanglah ke Toraja saat akhir tahun, ada banyak kejutan di bumi Lakipadada tersebut.

Air Terjun Parangloe


Berawal dari perbincangan dengan teman untuk berlibur sebelum memasuki bulan Ramadhan di tempat yang bagus tapi juga tidak terlalu ramai. Akhirnya Air Terjun Parangloe yang menjadi destinasi kami kali ini. Air Terjun Parangloe terletak di Kabupaten Gowa Kecamatan Parangloe Sulawesi Selatan dan terletak tidak jauh dari jalan poros Makasar – Malino.
Untuk mencapai tempat ini sebaiknya dengan menggunakan kendaraan pribadi, baik itu mobil maupun motor. Tapi saya sarankan, jika hendak menggunakan mobil sebaiknya menggunakan mobil offroad atau sejenit mobil patroli dinas kehutanan. Kali ini kami memilih menggunakan sepeda motor, dengan jarak tempuh kira-kira 43 KM ke arah Malino. Jika anda sudah melewati bendungan bili-bili, berarti tidak jauh lagi anda bersiap untuk mengambil belokan ke kiri dan kemudian masuk ke kompleks Kantor Dinas Kehutanan Parangloe.
Kami pun memarkir motor kami di salah satu rumah penduduk, dan mulail berjalan kaki masuk ke hutan kira kira 2 km dengan waktu sekitar 45 menit tempuh. Jalan menuju lokasi ini masih tanah, berbatu, dan turun naik tidak bisa di tempuh oleh kendaraan biasa, kecuali kendaraan offroad. Tetapi beruntung pada saat itu ada petugas dari Departemen Kehutanan yang akan menuju air terjun juga, sehingga kami ditawarkan tumpangan di bak belakang mobil tersebut.
Suara air sudah mulai terdengar sayup-sayup saat kami sudah tiba di atas, rasa penasaran akan air terjun tersebut membuat kami bergegas untuk turun menuju air terjun tersebut. Kami mesti berhati-hati pada saat itu karena tanah terasa licin dan jalur yang dilewatipun cukup curam dan bersemak-semak.  Setelah berjalan sedikit, maka tampaklah Pemandangan Air terjun Parangloe, rasa lelah  yang dirasakan langsung hilang seketika. Dalam hati mengatakan saya mengucap Subhanallah, mirip dengan Air Terjun Niagara tapi versi mininya.
Air terjun Parangloe ini memiliki tiga tingkatan yang tersusun dari lapisan bebatuan yang terekspos secara alami setinggi kurang lebih 30 m. Dan, airnya berasal dari sebuah sungai selebar 15-20 m yang beraliran deras. Airnya jernih, adem, sekelilingnya hutan hijau, kalau membelakangi air terjun, kelihatan satu gunung di kejauhan muncul di balik pepohonan.

Danau linting, Objek Wisata yang Belum Terjamah


Dulu lokasi ini merupakan bukit yang tinggi. Suatu hari dengan hitungan detik terasa ada getaran sehingga hanya dalam beberapa bulan bukit itu berubah menjadi danau yang indah ujar warga di sekitar Danau Linting, Kabupaten Deli Serdang, Sumut. Penduduk setempat menilai lokasi itu dinilai cukup bagus untuk objek wisata. Selain pemandangan menuju lokasi yang asri dan hijau, di danau itu sendiri, cocok berenang dan mandi karena airnya masih bersih.
Masyarakat, memercayai danau itu memiliki nilai magis sehingga setiap pengunjung dipesankan agar tidak berbicara seenaknya. “Di sekitar lokasi tidak bisa bicara kotor. Bisa berakibat kepada pengunjung, antara lain sakit,” tutur Boru Barus, seorang warga setempat. Danau Linting menyuguhkan keindahan air dan alam yang selaras, sehingga dapat membuat pengujung tenang dan enak memandangnya.
Eksotisme Danau Linting, sungguh luar biasa. Airnya biru karena masih bersih, sehingga para pengunjung yang mandi merasakan air yang benar-benar bersih. Danau tenang berukuran sekitar 1 hektare itu hanya satu jam dari Lubuk Pakam, ibu kota Kabupaten Deli Serdang, Sumut.
Sepanjang perjalanan menuju Danau Linting, para pengunjung akan disuguhkan hamparan hijau pepohonan yang menghiasi sisi jalan. Suasana segar dan nyaman akan terasa ketika memasuki lokasi, berbeda jauh dengan hingar bingar kota yang penuh polusi. Objek wisata alam yang indah ini belum mendapat sentuhan dari pemerintah daerah, sehingga Danau Linting di Desa Sibunga-Bunga, Kecamatan Senembah Tanjung Muda (STM) Hulu itu boleh disebut bak gadis perawan nan rupawan.
Danau Linting dalam sejarahnya merupakan kawah atau sebuah retakan dari peristiwa vulkanik. Hal itu terbukti dari kandungan belerang yang cukup tinggi dan baik dijadikan obat.
Beberapa masyarakat sekitar menyatakan keistimewaan danau itu masih terpendam dibandingkan pantai Sibiru-Biru. Namun kalau sudah dibuka, maka daya tariknya akan bisa lebih daripada lokasi lainnya. Warga berharap agar danau tersebut ditata, karena bila sudah dibuka, akan didatangi banyak orang.

Museum Telekounikasi


Sebagai catatan, ungkapan tersebut merupakan aksioma pertama dari lima aksioma dasar komunikasi oleh Paul Watzlawick, Janet Beavin, dan Don Jackson (tokoh-tokoh komunikasi dunia). Tapi sadarkah kita bahwa ungkapan ini memiliki makna yang benar-benar mendalam bahwa siapa pun kita, kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Bahkan ketika kita diam pun, kita berkomunikasi dengan diri kita sendiri.
Ya, saking pentingnya komunikasi, terkadang kita harus memilih kata-kata atau kalimat yang pas agar orang lain mengerti pesan yang hendak kita sampaikan. Biasanya, salah satu syarat komunikasi yang efektif itu ditandai adalah saluran/media/alat komunikasi. Nah, bicara tentang alat komunikasi, di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dibangun sebuah gedung yang sengaja didirikan untuk menelisik lebih jauh tentang perkembangan teknologi telekomunikasi di Tanah Air.
Tak seperti kebanyakan gedung museum di Jakarta pada umumnya yang menganut bangunan gedung lawas, Museum Telekomunikasi justru memiliki struktur bangunan yang lebih modern. Berbentuk kubah dengan warna biru, museum yang satu ini mudah dikenali ketika Anda berkunjung ke kawasan TMII.
Sejarah museum yang memiliki ciri khas Monumen Sumpah Palapa Patih Gajah Mada di depannya ini, berawal ketika gedung Kantor Pusat PERUMTEL di Jl. Japati Bandung sedang dibangun pada tahun 1986. Pada waktu itu, muncul ide untuk meletakkan barang-barang dokumentasi telekomunikasi yang dimiliki oleh Indonesia. Ide ini terus berkembang hingga akhirnya gedung Museum Telekomunikasi ini resmi didirikan pada 20 April 1991.
Di museum ini kita bisa melihat koleksi dan berbagai informasi mengenai perkembangan pertelekomunikasian di Indonesia. Dimulai dari masa sebelum masa perang awal kemerdekaan, Orde Baru, dan masa depan telekomunikasi dunia bisa kita pelajari disini. Uniknya, di museum ini kita bisa melihat bagaimana masyarakat tradisional Indonesia memaknai arti komunikasi dari alat-alat komunikasi yang mereka gunakan.
Alat komunikasi tradisional itu antara lain Kentongan yang dulu digunakan untuk memberitahukan warga bahwa ada pencurian, kebakaran, atau turun ke sawah. Ada juga Sangkakala, alat komunikasi yang terbuat dari rumah siput besar ini digunakan oleh masyarakat Indonesia bagian Timur untuk mengumpulkan rakyat guna keperluan tertentu. Ada juga Gong/Bende yang digunakan masyarakat Indonesia untuk berkumpul, berperang, atau menandakan dibukanya suatu acara.
Berkunjung ke museum ini, kita akan menemukan empat lantai yang masing-masing lantainya menyimpan koleksi yang berbeda. Di lantai empat misalnya, di ruangan itu disajikan koleksi alat telekomunikasi pra elektrik, panek komunikasi tradisional, peragaan alat komunikasi isyarat (semaphone), dan sebagainya. Sementara di lantai dua, kita bisa menemukan peralatan komunikasi yang lebih modern seperti simulasi sentral teleprinter TW-39 sampai maket jaringan telekomunikasi dan maket SKGM & Hambur Tropos.
Keistimewaan lain dari Museum Telekomunikasi di kawasan TMII ini adalah ketersediaan teater dengan film dokumenter perkembangan teknologi komunikasi, ruang elshop, dan ruang info serta demo produk barang/jasa telekomunikasi. Oleh sebab itu, museum ini kerap kali dimanfaatkan sebagai sarana belajar, karena fasilitasnya cukup menunjang.
Perkembangan teknologi telekomunikasi memang membuat dunia ini menjadi tidak terbatas, baik ruang dan waktu. Jika Anda ingin ikut menjadi saksi bagaimana perkembangan teknologi telekomunikasi di Tanah Air, Museum Telekomunikasi rasanya menjadi tempat alternatif yang pas untuk dikunjungi.

Lomba Sadar Wisata 2012


KETENTUAN LOMBA FOTO SADAR WISATA 2012:

Ketentuan Lomba Umum

1. Tidak dipungut biaya dan Terbuka untuk umum (Panitia dan Dewan Juri tidak diperkenankan mengikuti lomba)

2. Foto yang diperlombakan harus mengangkat salah satu atau lebih unsur dari Sapta Pesona, yaitu: Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, & Kenangan

3. Jumlah foto peserta dibatasi maksimal 5 foto.

4. Foto merupakan karya pribadi (bukan karya orang lain), dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba manapun.

5. Rekayasa digital diizinkan sebatas sama dengan yang biasa dilakukan dalam kamar gelap fotografi film

6. Lokasi pemotretan harus di obyek dan dayatarik wisata di seluruh Indonesia


Kriteria Rekayasa Digital

1. Dodging & burning (mengoreksi gelap terangnya pencahayaan) diperbolehkan seminimal mungkin

2. Penggunaan teknik ruang gelap digital hanya untuk membantu mengatur kisaran tone dinamis dari sebuah foto agar mendekati kenyataan.

3. Pengolahan gambar yang menghasilkan foto berbeda dengan realitas (terlalu kontras, posterisasi, dll) tidak diizinkan.

4. Membuat foto hitam putih diperbolehkan.

5. Pemotongan (cropping) diperbolehkan.

6. Tidak diperkenankan mengirimkan gambar berupa kombinasi lebih dari satu foto atau menghilangkan/menambahkan atau merubah elemen-elemen dalam satu foto. Sebuah foto harus dihasilkan hanya dari satu jepretan (one shoot)

Pengiriman

1. Foto cetak ukuran sisi panjang minimum 30 cm dan menyerahkan file digital dengan sisi panjang minimum 3000 pixel disimpan dalam format JPG medium (minimum skala 6) dalam bentuk CD. Format nama file digital: namapeserta~judul~lokasipemotretran. Foto digital harus masih mengandung data: informasi dasar, seperti exposure, tanggal dan kamera yang dipakai.

2. Dibalik foto harus dilekatkan kertas yang memuat data: Judul foto; Nama dan Alamat pemotret; No. Telp dan Hp; Peristiwa dan lokasi foto dan data teknis.

3. Semua karya foto dimasukkan ke dalam amplop tertutup dan di sudut kiri atas amplop ditulis Lomba Foto Sadar Wisata 2012

4. Foto dapat diantar langsung pada hari kerja atau dikirim ke Sekretariat Panitia Lomba,
Gedung Sapta Pesona Lt. 4
Jl. Medan Merdeka Barat no.17 Jakarta 10110
selambat-lambatnya diterima panitia tanggal 24 Agustus 2012
Penilaian

1. Foto yang masuk akan dinilai oleh Dewan Juri pada tanggal 4 September 2012

2. Panitia berhak mendiskualifikasi peserta sebelum dan sesudah penjurian apabila dianggap melakukan kecurangan

3. Keputusan Dewan Juri sah dan tidak dapat diganggu gugat


Pemenang

1. Foto pemenang lomba akan dipamerkan tanggal 27 s.d. 30 September 2012 dan nama pemenang serta penyerahan hadiah dilakukan pada hari terakhir pameran.

2. 100 karya foto nominasi akan dipamerkan

3. Semua foto pemenang lomba menjadi milik Panitia dan Panitia berhak menggunakan sebagai bahan publikasi pariwisata, tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.

4. Peserta yang fotonya tidak menang akan dikirim kembali apabila menyertakan amplop berperangko yang cukup dan beralamat lengkap peserta

 
Lain-lain
1. Panitia akan melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk melindungi karya peserta, namun Panitia tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan yang timbul selama pengiriman dan pameran

Pemenang Lomba Foto Sadar Wisata 2011

Air Panas Desa Banjar



liburanindo.blogspot.com | Panduan Wisata Indonesia
Pada awalnya saya mengira tempat ini lebih banyak dikunjungi oleh turis domestik atau malah turis lokal dari penduduk desa sekitar, tapi ternyata anggapan saya keliru. Walaupun dikelola dengan sederhana dibanding lokasi wisata lain di Bali dan tidak banyak dipublikasikan tempat ini ternyata mampu menarik wisatawan mancanegara yang tidak sedikit dan mereka tampak sangat menikmati tempat ini. Sebagian menyebutkan lokasinya ditengah pepohonan dan masih asri membuat mereka betah berendam dikolam ini.
Terletak di Desa Banjar yang tidak jauh kawasan Pemuteran dan berjarak sekitar 25km dari Singaraja air panas ini harus dilalui dengan berjalan kaki karena kendaraan hanya bisa masuk dan parkir tepat didepan tempat penjualan tiket. Lokasinya sangat rimbun, hijau dan asri memungkinkan kita untuk berjalan berlambat-lambat menikmati suasana. Sepanjang perjalanan yang berjarak kurang lebih 300m untuk bisa mencapai lokasi kolam terdapat banyak penjual toko souvenir khas Bali selain penjual makanan dan minuman.
Sumber air panasnya sendiri konon sudah ada sejak ratusan tahun lalu tapi hanya pada saat pendudukan Jepang sumber air ini dibenahi dan ditata. Sumber air dan kolamnya sendiri tidak terlalu jauh, dinaungi oleh pohon beringin dan diberi pagar untuk keselamatan. Mungkin agar tidak ada pengunjung atau anak-anak yang iseng sehingga bisa terperosok didalamnya.


liburanindo.blogspot.com | Panduan Wisata Indonesia

Kolam air panasnya dibagi menjadi tiga bagian dengan tingkat ketinggian yang berbeda-beda. Di kolam pertama air panas dialirkan melalui mulut delapan pancuran naga. Air panas yang mengandung sulphur juga dialirkan ke kolam utama melalui mulut lima pancuran naga. Selain itu yang tidak kalah menjadi favorit dan kadang sampai ada yang rela antri adalah kolam ketiga dimana terdapat tiga pancuran air yang dialirkan dari ketinggian 3.5m. Tingginya pancuran membuat tubuh seperti di’pijat’ oleh air sehingga pengunjung rela berlama-lama berdiri dibawah pancuran air. Rata-rata kedalaman kolam adalah 1m, memang ini bukan kolam renang tapi lebih ke kolam pemandian untuk berendam. Hanya kolam terbesar memiliki kedalaman 1-2m.
Sebagaimana tempat pemandian air panas lain, air panas di Desa Banjar ini juga dipercaya bisa menyembuhkan beberapa penyakit kulit. Suhu airnya dirasa cukup hangat untuk pancuran air yang terletak di daerah sejuk ini. Karena lokasinya ditempat terbuka pengunjung harus memakai baju renang (swimwear), tidak diperkenankan mandi tanpa busana atau mandi dengan menggunakan sabun atau shampoo dikolam. Lokasi tempat pemandian juga menyediakan ruang ganti pakaian. Ditepi lokasi kolam juga terdapat restoran buat anda sekeluarga selepas berenang atau sekedar menunggu anak-anak bermain dikolam.
Karena hanya ada tiga kolam dan hanya satu yang paling besar, bisa dibayangkan betapa padatnya tempat ini apalabila musim liburan tiba.